Sudut Pandang

Santri, Transformasi Belajar, dan Tantangan Digital

Santri, Transformasi Belajar, dan Tantangan Digital

Santri memiliki peranan yang sangat penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Peranan ini teraktualisasikan dalam berbagai bidang kehidupan. Meskipun demikian, peranan ini tidak selalu diakui secara terbuka. Bahkan tidak jarang peranan ini dinafikan atau bahkan dihilangkan.

Hari Santri yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober merupakan pengakuan otentik-formal terhadap eksistensi dan kiprah santri. Santri bukan sekadar obyek, tetapi subyek yang memiliki peluang besar untuk memberikan kontribusi nyata dalam kehidupan. Kontribusi ini menjadi penting untuk terus dibaca, diaktualisasikan, dan dikontekstualisasikan agar tetap sejalan dengan dinamika perkembangan zaman.

Jejak sejarah santri tidak bisa dilepaskan dari kesan peyoratif. Kesan yang pernah melekat adalah tradisional, ketinggalan zaman, tidak terdidik dalam pendidikan formal, dan tidak gaul. Tentu tidak bisa digeneralisasi semua santri semacam itu.

Kini santri sudah memasuki jenjang pendidikan tinggi dengan kajian yang sangat luas. Bidang agama dan humaniora bukan lagi pilihan utama melainkan pilihan di antara banyak bidang pilihan. Santri kini bukan menekuni ilmu-ilmu agama tetapi juga banyak bidang ilmu lain yang selama ini jarang tersentuh.

Kesan peyoratif itu bisa jadi sengaja dilabelkan kepada santri dengan tujuan-tujuan tertentu. Padahal santri sekarang ini telah berkembang secara dinamis sesuai dengan perkembangan zaman. Santri sekarang memiliki kategori dan tipe yang sangat variatif.

Santri yang umum kita kenal adalah pelajar yang tinggal di pondok pesantren. Mereka menghabiskan hari-harinya dengan belajar ilmu agama. Dalam jangka waktu tertentu mereka menuntut ilmu demi kebaikan dalam kehidupannya di masa-masa yang akan datang.

Namun demikian santri secara sosiologis memiliki cakupan yang lebih luas. Ia bukan hanya mereka yang tinggal dan belajar di pesantren melainkan juga mereka yang memiliki kultur yang serupa dengan santri. Dalam konteks ini santri bisa mencakup mereka yang berada di bidang kehidupan yang sangat luas di luar pesantren.

Sebuah buku yang ditulis oleh beberapa santri yang ditulis beberapa tahun lalu judulnya sangat menarik yaitu Berguru ke Kiai Bule, Serba-serbi Kehidupan Santri di Barat. Buku ini memuat kisah-kisah unik santri yang studi di beberapa universitas di Barat dengan segala dinamikanya. Buku ini menjadi bukti betapa santri sekarang ini telah melampaui batas ruang dan waktu. Santri sekarang sudah melanglangbuana di berbagai belahan dunia untuk menekuni berbagai bidang ilmu.

Jika dulu santri belajar ilmu-ilmu agama dan jika studi lanjut kebanyakan ke universitas Islam seperti Al-Azhar, sekarang pilihannya lebih variatif. Bagaimana pun Al-Azhar tetap menjadi tujuan dan kiprah alumninya juga diakui secara luas. Namun demikian kita juga harus membaca fakta tentang keragaman pilihan studi lanjut para santri ini.

Kini santri sudah memasuki jenjang pendidikan tinggi dengan kajian yang sangat luas. Bidang agama dan humaniora bukan lagi pilihan utama melainkan pilihan di antara banyak bidang pilihan. Santri kini bukan menekuni ilmu-ilmu agama tetapi juga banyak bidang ilmu lain yang selama ini jarang tersentuh.

Aspek yang saya kira penting dipersiapkan adalah iklim yang membuka peluang bagi santri untuk mengembangkan potensi diri untuk studi lebih lanjut. Jika ada persiapan semenjak dini, tentu peluangnya akan lebih besar lagi. Sistem ini di beberapa pesantren sudah dibangun, namun belum semua pesantren memiliki sistem yang semacam ini. Seandainya Sebagian besar pesantren memilikinya saya kira pesantren akan memiliki peluang yang sangat besar bagi para santri untuk memasuki bidang kehidupan yang jauh lebih luas.

Pilihan untuk memasuki bidang keilmuan yang lebih bervariasi ini didasarkan pada pertimbangan dinamika zaman. Ya, sekarang ini perubahan telah berlangsung sedemikian pesat. Perubahan sekarang ini tidak memungkinkan untuk dihadapi oleh ilmu-ilmu agama semata. Antarbidang ilmu perlu saling melakukan dialog, kerjasama, dan bahkan integrasi agar mampu menjawab tantangan zaman.

Tentu bukan hal mudah dalam melakukan dialog, kerjasama, atau integrasi jika belum memiliki kesamaan pemahaman. Nah, santri yang memasuki berbagai bidang keilmuan tentu tidak memerlukan proses yang panjang untuk melakukannya. Jika ini mampu dilakukan maka kontribusi santri akan terlihat secara nyata dalam kehidupan.

Satu contoh sederhana adalah dunia digital. Sekarang ini hari-hari kita dipenuhi dengan berita hoax  yang terus berlangsung tanpa henti. Para ahli menyebut pentingnya literasi digital.

Santri sesungguhnya memiliki modal yang sangat besar dalam menyaring berita. Mereka semua paham tentang bagaimana hadis itu diperoleh dengan segala hal yang terkait. Modal ilmu hadis ini perlu dikontekstualisasikan di era digital. Tentu santri yang belum mempelajari dunia digital akan kesulitan melakukan aksi dalam konteks ini.

Di sinilah kerja sama keilmuan dengan santri yang telah menempuh ilmu yang terkait dengan dunia digital sangat penting. []

Share this post

About the author

Penulis dan dosen di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.